PARAMETER TODAYS, JAKARTA – Pembebasan Lintasan Banjir Kanal Timur (BKT) menarabas ratusan hektar lahan. Disinyalir ketika itu para oknum mafia tanah bermunculan dan menjadi penyebab silang sengkarut di BKT. Girik atau sertifikat aspal seolah gampang untuk dibuat.
Akibatnya, Umroh binti Djana (71) penyandang disabilitas warga Kampung Rawades Rt.007 Rw.003 Keluruhan Pondok Kopi, Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur ikut menanggung ulah para makelar atau mafia tanah dimana hingga kini harus berjuang untuk mendapatkan keadilan dan haknya, atas uang ganti rugi lahannya seluas 5017 M2.
Dengan kondisi Umroh binti Djana yang cacat fisik permanen (kedua kaki dan tangannya tidak normal sejak lahir) ditambah keterbelakangan secara mental dan ketidak normalan dalam berbicara. Hal ini dimanfaatkan oleh para begundal atau mafia tanah.
“Dimana, ketika itu, Ahmad Bakir Aseni, menjual bidang tanah Umrah binti Djana berdasarkan Akte Nomor 85 tanggal 29 Oktober 1980 kepada, Djurjaeni sebagaimana dengan akta jual beli Nomor.115/1980 dengan akte jual beli Nomor.116/1980 tanggal 10 Nopember 1980 dan kemudian oleh Djurjaeni, menjualnya kepada pembeli atas nama, Irjenpol (Purn), Drs. Hulman Thamrin Simanjuntak sebagaimana dengan akta pengikatan jual beli Nomor.104 dan akte pengikatan jual beli Nomor.105 tanggal 24 Januari 2001,” ungkap Haposan Situmorang, SH. MH & Partners Pengacara yang mendampingi Umroh bt Djana.
Namun kata Haposan, berdasarkan hak Girik C441, Persil.1 blok S1 sebagaimana terdaftar dalam buku C Desa/Kelurahan Malaka Sari, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur dan dikuatkan dengan Putusan PN Jakarta Timur, dengan nomor Perkara: 322/Pdt. G/2008/ PN Jkt Tim bahwa tanah seluas 6270M2 adalah milik sah Umroh binti Djana.
“Berdasarkan berita acara pemeriksaan perbandingan persamaaan sidik jari, No. Pol. Pid. 08/XI/2009/Ditreskrimum Tanggal 11 Nopember, bahwa sidik jari yang terdapat pada minuta akta jual beli, ternyata tidak identik dengan sidik jari Umroh binti Djana. Jadi akta jual beli itu palsu,” tutur Haposan Situmorang, SH. MH yang didampingi Andrianus Parulian. SH.MH dan Rhamos Panggabean. SH. MH di kantor Haposan Situmorang. SH. MH & Partners di Bekasi.
Haposan melanjutkan, secara hukum, pemilik tanah yang sah adalah, Umroh binti Djana. Dan dengan adanya proyek Banjir Kanal Timur yang telah membebaskan tanah milik Umroh binti Djana seluas, 5017 M2 dengan total ganti rugi dari pemerintah kala itu senilai Rp.7,7 M, lebih sejatinya jatuh ke tangan Umroh binti Djana. “Namun, tidak demikian yang terjadi. Karena, Djurjaeni dan Irjenpol Hulman Thamrin Simanjuntak melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Hasil gugatan kedua penggugat tersebut, kata Haposan Situmorang menjelaskan lebih jauh, bahwa, Djurjaeni selaku Penggugat I dan Irjen Pol (Purn) Hulman Thamrin selaku Penggugat II ternyata ditolak oleh PN Jakarta Timur. Kemudian keduanya Banding ke Pengadilan Tinggi (PT) juga ditolak dan bahkan Kasasi ke Mahkamah Agung juga ditolak. “Tapi, klien kami selaku pemilik tanah yang sah. Tetap tidak mendapatkan haknya sesuai luas tanah yang dia miliki. Untuk itu, sampai saat ini, kami tetap masih berjuang untuk mendapatkan hak dan keadilan atas klien kami, Umroh binti Djana,” tandas Haposan Situmorang. (Bes, Baho, Ingot).