PARAMETER TODAYS, BEKASI – Saling klaim kepemilikan lahan tanah wakaf seluas 20.000 meter di Desa Taman Rahayu, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, antara pihak yang mengaku ahli waris dan Pemerintah Desa, berujung di ranah hukum.
Dimana, yang mengaku ahli waris melaporkan pihak-pihak terkait ke Kepolisian atas nama pelapor Gunawan dengan bukti berupa Buku C Tahun 1960 Noor: 956 Persil Nomor 56 yang terdaftar atas nama Ontel bin Teran dan kabarnya laporan tersebut sudah P21 (Kejaksaan).
Atas laporan LP/1106/687-SPKT/K/XII/2018/Restro Bks tersebut, sejumlah nama ikut terseret, antara lain Kepala Desa, mantan Sekretaris Desa, Ketua BPD, Kepala Dusun dan ketua RT.
Dari informasi yang dihimpun parametertodays.com dari masyarakat, bahwa sengketa lahan tanah wakaf berawal dari rencana pembebasan lahan untuk kepentingan pembangunan rest area jalan tol Cimanggis – Cibotung pada tahun 2018. Ketika itu, pihak Pemerintah Desa mengklaim bahwa tanah wakaf tersebut adalah TKD (Tanah Kas Daerah).
“Kan area pemakaman (tanah wakaf) termasuk lahan yang akan dibebaskan untuk pembangunan rest area. Katanya sih, untuk memudahkan proses pembayaran ganti rugi, tanah wakaf yang diklaim tanah TKD dibuat atas nama seseorang. Singkat cerita, tanah itu berganti status dari TKD menjadi milik individu lalu berganti menjadi wakaf,” tutur salah satu warga yang tidak berkenan namanya disebutkan.
Dilansir urbanjabar.com, Pemerintah Desa Taman Rahayu saat ditemui wartawan, enggan memberikan tanggapan terkait persoalan tanah wakaf tersebut.
“Untuk masalah pemakaman (tanah wakaf) kita udah sepakat satu pintu bang. Abang bisa tanya ke Pa Iyan. Dia salah satu tokoh di Taman Rahayu,” kata salah satu staf desa.
Sementara itu, Tokoh masyarakat Desa Taman Rahayu, Iyan Tjakra Binekas saat ditemui wartawan mengatakan, ada kelalaian Polisi yang menerima laporan dari pelapor.
Katanya, kelalaian itu dari segi dokumen yang dibawa oleh pelapor yang mengklaim diri sebagai ahli waris pemilik lahan tanah wakaf. Dimana, pelapor hanya melampirkan Letter C bernomor 952 dan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) tahun 1987.
Dia berpendapat, surat itu bukanlah bukti kepemilikan yang sah atas tanah, bersamaan dengan itu berkas itu juga diragukan keasliannya.
“Penyidik yang menyidik LP itu diduga melanggar Undang-undang. Intinya dalam UU Pokok Agraria Pasal 4 dinyatakan kepemilikan tanah harus dibuktikan oleh sertipikat yang bisa dibuktikan oleh BPN,” kata Iyan kepada wartawan, Minggu, (18/4).
Sehingga, kata dia, penyidik LP/1106/687-SPKT/K/XII/2018/Restro Bks seharusnya memeriksa dan meminta dokumen yang sah dan valid atas klaim kepemilikan bidang tanah tersebut oleh pelapor sebelum menerima laporan tersebut.
“Pelapor membuat laporan polisi bahwa tanahnya diwakafkan oleh Kepala Desa. Pengakuan dia (atas kepemilihan tanah itu) cuma SPOP dan Letter C yang diduga palsu,” kata dia.
Kejanggalan lainnya menurut Iyan, pelapor dalam keterangannya bahwa lokasi tanah wakah terletak di Kampung Serang, RT.003 RW.03, Desa Taman Rahayu, Kecamatan Setu. Padahal, sebelum tahun 1995, menurut Iyan, tak ada RT 003 RW 03, yang ada RT.005 RW.02.
“Selain letak lokasi tanah wakah, ada kekeliruan pada Letter C, Nomor Persil tertulis 56, seharusnya Nomor Persil yang benar 50. Berdasarkan lokasi, persil 56 dan 50 letaknya cukup jauh. Kemudian pada SPOP yang tertulis pada tahun 1987 alamat letak objek pajak pun tak sesuai dengan fakta.,” terangnya.
Iyan juga mengatakan, sangat mengetahui dengan pasti kronologi tanah pemakaman tersebut pada tahun 1958-an, waktu itu ada rincikan yang disebut dengan Kalasiran Kandang Belang. Saat itu Kepala Desa Tamansari (sebelum dimekarkan jadi Desa Taman Rahayu) adalah Madhalir dan Sekretaris Desa adalah Sandi yang tak lain adalah ayah Iyan.
“Sebelum rincikan nama siapapun belum ada. Tahun 1958 dirincik setiap orang dinamain (atas bidang tanah), punya buku Letter C untuk Ipeda (Iuran Pembangunan Daerah). Namun ada 5 tanah makam tidak dikasih nomor (Letter C) oleh Bapak saya. Kenapa? Karena kalau diatasnamakan seseorang, nanti akan diakui (sebagai hak milik-Red) oleh keturunannya. Kalau di kemudian hari ada nomor, maka nomor itu palsu,” katanya menjelaskan. (Bes/Aho)